Makin kesini, ngomongin soal perbedaan genre musik makin ‘ruwet’ aja. Soalnya, musik zaman sekarang makin banyak yang unik dan istilahnya ‘genre bending‘, jadi susah untuk masuk ke dalam satu kategori aja.

Hari ini, tanggal 21 Juni adalah hari musik sedunia. Makanya, kayaknya seru nih kalau kita omongin soal dunia permusikan beserta genre-genrenya. Kenapa makin kesini pengkategorisasian musik jadi agak nge-‘blur’.

Gak lewat juga, kita bakal ngomongin fenomena yang ada di Indonesia, yaitu masih eksisnya musik lagu koplo, bahkan di kalangan Gen Z.

Genre musik perlahan hilang, gara-gara Gen Z?

Genre Musik Makin 'Blur', Dangdut Koplo Terus Eksis! Pictures | Download Free Images on Unsplash
via Unsplash

Salah satu contoh, bukti genre musik tampaknya mulai nge-‘blur’ adalah waktu album Justin Bieber “Changes” masuk nominasi Best Pop Vocal Album di Grammy.

Karena hal itu, Bieber bilang di IG-nya kalau album itu sebenarnya ia bikin sebagai R&B, tapi anehnya gak diakui sebagai R&B. Dari 83 kategori yang ada di Grammy, album (atau lagu) apa masuk ke kategori mana, sering kali jadi perdebatan.

Hal kayak gini pun gak cuma sekali dua kali terjadi. Salah satu contoh lainnya, yaitu Tyler the Creator yang albumnya “IGOR“menang Best Rap Album. Walaupun senang jadi pemenang kategori, ia menyayangkan masuknya ia ke kategori tersebut, dan kenapa bukan Pop aja.

Dua contoh ini jadi bukti bahwa persepsi kalangan Gen Z soal musik udah makin kompleks.

Genre Musik di Kalangan Gen Z
via Giphy

Ngomong-ngomong soal Gen Z dan budaya populer, seperti yang ada di artikel Vice, ide soal gender dan seksualitas bagi Gen Z adalah konsep yang penuh spektrum.

Selain makin hilangnya batasan gender yang konservatif, batasan antara genre musik pun makin memudar. Pasalnya, generasi ini punya semangat lebih menggelora untuk bereksperimen dengan musik. Alhasil, musik pun makin ‘bandel’ untuk masuk satu kategori tertentu.

The Power of Social Media

Genre Musik Makin 'Blur', Dangdut Koplo Terus Eksis!
via Giphy

Ada sebuah survei oleh perusahaan media Sweety High tentang kebiasaan Gen Z dalam mengonsumsi musik. Hasilnya, 97 persen orang yang mereka survei mendengarkan ‘paling sedikit lima genre musik secara reguler’.

Hal ini, salah satunya adalah hasil dari penggunaan media sosial. Kekuatan media sosial gak bisa kita pungkiri bisa punya efek yang luar biasa dalam perkembangan tren budaya populer, khususnya musik.

Bahkan, musisi Billie Eilish yang notabene genre musik uniknya susah masuk kategori manapun juga pernah mengaku “aku bersyukur (pada sosial media) karena tanpanya aku bukan apa-apa.

Music
via Gfycat

Makin kompleksnya preferensi orang akan genre musik juga salah satunya terpengaruh oleh layanan streaming. Sebagai contoh yang paling gampang, Spotify punya beragam playlist yang bisa kita pilih sesuai dengan mood, tanpa harus mengkategorisasikan satu genre tertentu.

Ya, memang ada juga sih playlist-playlist yang masih mereka susun berdasarkan genre, misal “Jazz Anak Negeri”, “Hot Country“, dll. Tapi yang jadi highlight adalah, mereka cenderung mengkategorisasikan musik berdasarkan aktivitas maupun suasana.

Jadi, gak kaget kalau kita-kita yang terpapar layanan streaming semacam itu sudah termanjakan oleh musik yang ‘tanpa batasan’.

Batasan genre makin hilang, dangdut dan koplo terus berjaya

Dangdut dan Koplo
via Gifer

Di Indonesia, ada sebuah fenomena perubahan citra dari musik-musik yang bergaya dangdut. Tadinya, musik khas Indonesia ‘dangdut’ punya stigma yang kuno. Bahkan gak sedikit yang menganggapnya ‘kampungan’.

Dengan adanya tren musik yang makin beragam, persaingan pun makin ketat. Musik lokal pun seakan-akan tenggelam. Mengacu pada sebuah artikel dari UGM, musik dangdut kerap dianggap sebagai musik yang ‘tidak sopan’ dan ‘tidak pantas’ karena penampilan live-nya yang seringkali ‘bertingkah’.

Tapi, adanya media sosial, beserta budaya ‘viral’ bikin dangdut makin bisa diterima kalangan anak muda. Apalagi, 2019 lalu sempat booming lagi penyanyi lawas Didi Kempot dengan Campursari Jawa nya. Tren ini pun menarik perhatian anak muda, termasuk Gen Z, para ‘Sobat Ambyar’.

Dangdut GIFs | Tenor
via Tenor

Bangkitnya citra dangdut dan koplo pun gak bisa dipungkiri adalah hasil dari media sosial TikTok yang sering menampilkan konten dangdut. Misal, ada tren ‘Tarik Sisss, Semongko’ yang mengundang jogetan ala platform tersebut.

Musik dangdut– dan koplo sebagai bentuk perkembangannya — dari tahun ke tahun terus berkreasi di tengah kemajuan teknologi. Gak sedikit, pemusik muda pun turut terjun ke gaya-gaya semacam ini.

Contohnya, ada grup “Feel Koplo” yang tengah naik klasemen dengan musik-musik remix-nya yang ‘dangdut koplo’ banget. Karena kita gabisa mengelak, kalau dangdut memang muncul terus di kehidupan orang Indonesia sehari-hari.

Sekarang, sama kayak musik populer lainnya, dangdut punya stigma yang terus membaik dan bisa dinikmati siapapun dari kalangan tua maupun muda.

Kalau musik dangdut udah nyala, mana tahan gak joget!

Baca juga: