Kisah horror dari @PayungH11101101

Kisah horror kamis malam ini hadir dari latar belakang keluarga Tionghoa di Indonesia. Kisahnya bersirkulasi di jagat maya lewat akun twitter dengan nama pengguna @PayungH11101101.

Buat masyarakat Tionghoa di Indonesia, istilah “cece” atau “cici” dikenal sebagai panggilan untuk kakak perempuan. Namun buat sang narasumber yang bernama Goh, cece mungkin punya makna berbeda.

Kakaknya yang biasa disapa ce Wien justru lekat dengan pengalaman pahit yang ia rasakan. Bahkan sempat bikin geger 1 keluarga.

Baca juga: Film Seperti Dendam Tayang di Festival Internasional 2021

Kisah horror di tengah keluarga

Goh adalah anak tengah dari tiga bersaudara. Namun hingga ia duduk di bangku sekolah SMP, ia tak mengetahui bahwa dirinya punya seorang kakak.

Sejak kedua orang tuanya menikah, mereka sudah tinggal disebuah ruko 3 lantai di sebuah pasar sempit di kawasan Jakarta.

Di lantai pertama ada toko obat yang jadi sumber penghasilan keluarga. Lantai kedua jadi ruang tamu dan gudang sementara lantai ketiga berisi kamar tidur, dapur dan kamar mandi.

Ketika duduk di bangku SMP, Goh suka main warnet. Mengingat warnet langganannya beroperasi 24 jam, tak jarang Goh bermain hingga berjam-jam, terutama di malam munggu.

Hingga suatu hari, Goh baru pulang dari warnet sekitar pukul 01.30 dini hari.

Ia pulang dan mendapati suasana ruko yang sudah gelap. Mengingat ini bukan kali pertama Goh pulang main larut, ia pun tak ambil pusing dengan suasana rumah tersebut.

Namun ketika ia masuk ke lantai 3, ia merasakan ada yang berbeda. Ada cahaya temaram di kamar kosong yang biasanya jadi tempat inap ART.

Gua liat disitu ada cewek lagi nyisir didepan kaca, gua masih ga mikir aneh2, mungkin itu mbak Piah alias ART gua,” tulis Goh.

Namun ketika ia tiba di kamar. Ia mulai berpikir dua kali.

Mbak Piah ini tubuhnya gempal dan tinggi, ya kayak Wanita dewasa umumnya,” ia pikir. “Tapi yang tadi gua lihat badannya kecil, hampir seukuran tubuh adik gua malah lebih kecil.”

Suasana makin kelam ketika ia mendengar suara anak kecil, menangis dan berteriak memanggil ibunya.

Suara itu terdengar mendekat, seperti ada di balik pintu kamarnya.

Namun tak lama berselang, ia justru dikejutkan dengan kemunculan sang ayah yang membuka pintu, mengajak Goh dan sang adik untuk beribadah.

Selama ibadah, Goh sempat beberapa kali melirik kanan-kiri. Hal ini tentu bukan tata cara ibadah yang betul mengingat Goh harusnya menutup kedua mata. Namun hal itu juga membuatnya menyadari sesuatu; ada yang janggal dengan ibunya.

Dia tetep natap kosong patung dan lilin2 di meja waktu gua curi2 pandang. Ibadah gak lama, akhirnya gua disuruh balik ke kamar, papa sama mama gua masih duduk di depan meja itu,” tulis Goh.

Mulanya Goh yang memang cuek tak pikir panjang. Namun kejadian tersebut ternyata jadi awal dari serangkaian kejanggalan di rumahnya tersebut.

Serangkaian kisah horror yang bikin atmosfir rumah berbeda

Sejak saat itu, Goh menyadari bahwa kedua orang tuanya bertingkah aneh.

Sang ibu lebih sering di kamar dibanding membantu operasional toko. Sang ayah juga tak melulu menyuruhnya belajar untuk mempersiapkan diri jelang UN.

“Papa lebih sering menyendiri, keliatan pusing, dan lebih banyak ngurus mama,” tulis Goh.

Hal ini terus berlangsung hingga UN berakhir.

Di tengah jeda liburan jelang SMA, keluarga Goh memutuskan untuk liburan ke Malaysia.

Namun sebelum mereka berangkat, debat panas sempat terjadi antara ayah, ibu, tante dan dua sepupu Goh. Jauh dari diskusi liburan keluarga pada umumnya.

Mimik dan nada bicaranya serius, mereka semua ngobrol pakai bahasa Hokkien,” jelas Goh. “Gua gapernah sekalipun dididik bahasa itu, kecuali pernah liat papa lagi marah-marah sama orang pakai bahasa Hokkien.”

Kejanggalan terus berlangsung ketika Goh dan keluarganya tiba di negeri jiran.

Setibanya di motel, sang ibu langsung dilarikan karena sakit lagi. Yang lebih aneh lagi, sang ayah masih tutup mulut terkait penyakit ibu Goh.

Disini katanya cuma mau ngobatin mama, disini sebentar aja, mama sakit yang harus diobatin bukan sama medis. Papa sebetulnya udah 2 bulan terakhir ini pusing sama tingkah mama yang susah dibilangin,” jelas Goh.

Ketika Goh dan keluarga kembali ke Jakarta, gelagat sang ibu kembali aneh.

Ia sering merenung dan nggak nyambung ketika diajak ngobrol. Bahkan tak jarang mencelakai diri sendiri.

Goh juga kerap mengalami hal aneh. Ia kerap mendengar benda menggelinding di atap kamar. Padahal rumahnya punya tiga lantai; mustahil ada kucing atau mahkluk lain untuk naik, bentuk atapnya pun cor dan bukan genting.

Situasi terasa makin gawat ketika Goh mendapat peringatan dari temannya yang bernama Feli.

Ia menyebut bahwa ada “tamu tak di undang” di rumah Goh, dan tamu tersebut pula yang menimbulkan sejumlah kejanggalan-kejanggalan di rumah tersebut.

“Saya kira maling”

Tak lama setelah mendapat kabar dari Feli, Goh kembali ditimpa kabar buruk.

Toko keluarganya hampir bangkrut, karyawan toko pun mulai undur diri satu-satu.

Namun ternyata omzet bukan jadi alasan utama mereka pergi. Senada dengan penjelasan Feli, salah satu karyawan yang bernama Mang Jafar menyebut bahwa mereka yang “nggak kelihatan” jadi alasan utama para karyawan memutuskan untuk undur diri.

Mama kamu pernah saya pergokin bawa belanjaan, isinya kepala banteng, duh serem, ya saya mah becandain aja, ‘ci, buat hiasan dinding tu?’ Tp mama kamu diem aja, ya saya ga berani becandain lagi,” jelas Mang Jafar.

Mulai dari situ, saya sering liat ada anak kecil main disekitar mama kamu, saya pikir itu sepupu kamu” jelas mang Jafar lagi.

Mang Jafar juga bercerita pengalamannya ketika melintah di depan rumah Goh ketika ia tengah berobat ke Malaysia.

Ia mendengar suara dari dalam rumah, seperti suara bola yang digelindingkan.

Saya takutnya maling, tapi ruko kita kan rapet-rapet ya, masuk darimana, saya diem lama banget depan pintu tuh, tau-tau ada kayak orang jalan di dalem, tapi jalannya cepet, kayak muter-muterin ruangan gitu, bener ini mah maling, saya intip akhirnya dari sela2 teralis samping, gelap aja si, sunyi,” lanjut Mang Jafar.

Tapi, ga lama suara langkanya kedengeran lagi, udah lah saya turun dari ngintip-ngintip udah mikir yg aneh aneh. Uhh merinding saya, abis itu malah ada anak kecil ngintip di lobang angin ruko sambil mukul-mukulin tangan ke tembok seolah suara orang jalan.”

Mendengar kesaksian tersebut, Goh pun mulai mencari tau lebih lanjut dengan menanyakan pengalaman mbak Piah selama di rumah.

Menurutnya, Mbak Piah sering mergokin sang ibu menangisi seseorang di foto. Ia juga sering mendapai sang ibu mendengarkan lagu keroncong di atas jam 10 malam.

Yang paling bikin ngeri adalah ketika ia melihat anak kecil di etalase toko; wajahnya riang mirip adik Goh, namun tangan yang begitu besar.

Ahli spiritual dan praktik santet

Menurut goh, babak akhir dari kisah horror yang dialami keluarganya ini bermula ketika seorang ahli spiritual menerawang dan mengobati sang ibu.

Menurut sang ahli, sang ibu dimanfaati praktik santet. Hal ini dipicu proses pemanggilan arwah orang tersayang dari selebaran yang ia terima di depan wihara di tahun 2012.

Menurut Goh, cece Wien adalah anak sulung keluarganya yang meninggal di peristiwa 98.

Ketika itu cece Wien hilang ketika kerusuhan tengah terjadi. Rasa bersalah tersebut pun mendorong sang ibu untuk memanggil arwahnya.

Namun alih-alih cece Wien, yang muncul malah sosok jahat yang menyerupai sang anak sulung. Meski rupanya mirip dengan cece Wien, sosok jahat tersebut justru meninginkan nyawa sang ibu.

Jadi ada aliran sesat atau oknum yang nyari tumbal untuk praktik santetnya dengan cara random, yaitu ngirim jin yang dipanggil sendiri sama si calon tumbal,” ujar Goh.

Berkat sang ahli spiritual, kodisi ibu pulih. Ia juga meminta keluarga untuk rajin ibadah supaya ibu kembali fit.