Impact bootleg di skena streetwear, fashion dan sneakers mungkin lebih jauh dari yang lo mungkin perkirakan

Jika melihat definisi kata ‘bootleg‘ di situs Urban Dictionary, maka hasil pencarian yang mencuat paling atas akan menujukan dua definisi; remix tak resmi dari sebuah lagu atau imitasi palsu dari sesuatu yang otentik.

Dalam konteks streetwear dan fashion, bootleg tentu mengacu ke definisi kedua. Tak heran, para pengguna produk-produk bootleg sering dicap negatif dan tak jarang diasosiasikan dengan try-hard attitude dan dompet yang tipis.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, bootleg juga turut berkembang jadi sesuatu yang baru.

Menyoal tentang bootleg, kita tak lagi hanya membahas produk-produk KW di pasar Taman Puring atau Pasar Poncol. Meski dikenal sebagai barang palsu, budaya bootleg ternyata punya impact yang legit di industri kreatif.

Lantas munculah pertanyaan: apa signifikansi budaya bootleg?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, coba tengok Run DMC, LL Cool J, Bobby Brown dan Salt-N-Pepa yang sempat merajai skena musik hip-hop era 80-an. “Gucci” bombers, “LV” sweaters dan “Fendi” track suits yang mereka kenakan ketika itu juga masih jadi acuan streetwear hingga kini.

Salt-N-Pepa on Their Push It Jackets and '90s Style | Vogue

Source: Vogue

Yang menarik, pieces tersebut bukan rilisan resmi dari Gucci, LV ataupun Fendi, melainkan karya dari seorang punggawa asal Harlem, New York bernama Daniel Day (yang kini lebih dikenal dengan sebutan Dapper Dan).

Ketika ditanya, Dapper Dan mengaku bahwa versi asli merk-merk tersebut membosankan. Ia merasa produk “Gucci” dan “LV” yang ia buat lebih menarik dari apa yang merk-merk tersebut buat ketika itu.

I didn’t do knock-offs… I did knock-ups,” tutur Dan.

Dapper Dan x Gucci | A Love Story | HIGHXTAR.

Dapper Dan & LL Cool J (source: highxtar.)

Lebih dari dua dekade kemudian, bootlegs have come full circle. Gagasan yang diusung Dapper Dan muncul kembali, melenggang di catwalk. Mengaburnya batasan antara fashion dan streetwear pun disebut-sebut jadi penyebab utamanya.

Setidaknya ada dua nama yang bertanggung jawab atas fenomena ini: Demna Gvasalia dari Vetements dan Alessandro Michele dari Gucci.

Hal ini terlihat dari rilisan Vetements pada tahun 2018 yang berkolaborasi (dan merilis koleksi) bersama perusahaan logistik DHL.

Di tahun sebelumnya, Alessandro Michele juga mulai bermain dengan konsep luxury Gucci bootlegs dengan merilis sweatshirts “KW” yang bertuliskan “Guccy.” Tak cuma itu, pada tahun 2018 Michele juga sempat menunjukan rasa hormatnya pada Dapper Dan pada gelaran Gucci’s Resort 2018.

Para desainer ternama hampir menyambit gagasan bootleg karena mereka menyadari bahwa gagasan tersebut lah yang mendorong merk mereja maju,” jelas Hannah Watkins, senior editor dari global trend-forecasting agency bernama WGSN.

Mereka tak lagi memandang diri mereka se-serius itu,” lanjut Hannah. “Namun mereka cerdas—mereka tau apa yang menjadi tren saat ini.”

Bootleg sebagai respon komunitas

Jika menakar dari segi keabsahannya, gagasan bootleg mungkin sulit untuk dilegitimasi. Karena bagaimanapun bootleg memang produk ilegal tanpa izin.

Namun jika menilai bootleg dari segi landasan untuk berkreasi, pendekatan bootleg mungkin gagasan yang buruk.

Vetements Double DHL T-Shirt in Yellow | LN-CC

Source: LN-CC.com

Coba saja tengok Vetements dan Gucci. Sebagai labels yang dikenal sebagai sering dijiplak, pendekatan bootleg dinilai sebagai strategi yang masuk akal: If you can’t beat the copycats to the punch, then join them for a higher price tag. Dan pendekatan tersebut pun berhasil!

Sementara untuk skena streetwear, pendekatan bootleg jadi jalan buat mereka yang kreatif (namun tak punya pengaruh sebesar Virgil Abloh atau Jeff Staple) untuk merealisasikan idenya.

Virgil Abloh OFF-White x adidas Yeezy Boost 350 V2 White Men's and ...

Source: Pinterest

Di Indonesia sendiri gerakan adu mirip paling kentara bisa dilihat dari geliat pasar Sepatu Compass.

Desember 2019 lalu, Sepatu Compass secara resmi mengumumkan siluet kolaborasinya bersama Pot Meets Pop untuk gelaran komunitas denim Darahkubiru.

Senasib dengan rilisan Sepatu Compass lainnya, sepatu berwarna hijau itu terbilang menjadi sepatu most wanted. Hampir mustahil untuk mendapatkan sepatu tersebut jika bukan di pasar reseller.

Selisih supply dan demand yang tarpaut jauh memicu berbagai respon, salah satunya dengan bikin merk mereka sendiri. Semuanya menghadirkan lini produk serupa, bahkan dengan nama yang hampir sama: Campess, Campuss, Cempess dan lain-lain.

Ilustrasi dan kata-kata yang semula bersemat pada Sepatu Compass, ditiru menjadi versi yang lebih “merakyat.” Produk-produk sepatu-sepatu tiruan tersebut pun dirilis dengan nada sarkastis kepada merk sepatu yang berdiri pada tahun 1998 tersebut.

Terlepas dari masalah keabsahan dan legalitas hak cipta, produk-produk tersebut tentu jadi hal yang menarik: refleksi yang nyata bagaimana komunitas merespon dan campur tangan kultur sneakers dan pasar reseller. Mirip seperti Dapper Dan yang membuat “Gucci”-nya sendiri karena tak puas dengan rilisan Gucci yang asli.

Jadi apa pendapat lo tentang bootleg? Should we ban ’em? Is is actually acceptable? Tell us what you think in the comments below!